Narada ID – Kabar mengenai tatanan hidup kenormalan baru atau New Normal tengah digaungkan oleh pemerintah. Baru-baru ini, Presiden Joko Widodo sering melakukan pengecekan dalam rangka kesiapan menghadapi kondisi New Normal yang rencananya akan segera diberlakukan bagi masyarakat.
Perlu diketahui, kasus positif covid-19 di Indonesia hingga saat ini terus merangkak naik. Hal ini tentunya masih menjadi permasalahan yang harus diperhatikan dengan serius. Lantas, apakah New Normal sudah tepat untuk ditetapkan di tengah kondisi ini?
New Normal merupakan istilah yang merujuk kepada pola hidup baru di tengah situasi pandemi Covid-19. Pada kondisi ini, masyarakat dituntut untuk menjalankan pola hidup sehat, menjaga kebersihan baik diri sendiri maupun lingkungan sekitar dan tentunya juga menjaga jarak. Tujuan dari New Normal ini dianggap sebagai upaya ‘berdamai’ dengan virus Corona pada bidang kesehatan, sosial dan ekonomi.
Dalam mendukung upaya pemberlakukan New Normal di tempat kerja perkantoran dan industri, Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto, mengeluarkan Surat Edaran nomor HK.02.01/MENKES/335/2020 tentang pencegahan penularan virus corona di tempat kerja dan pergagangan. Tak hanya itu, Terawan juga mengeluarkan peraturan nomor HK.01.07/MENKES/328/2020 tentang panduan pencegahan dan pengendalian virus di tempat kerja perkantoran dan industri dalam mendukung keberlangsungan usaha pada situasi pandemi.
Meski begitu, pemerintah menyatakan New Normal bukan berarti merupakan pelonggaran pembatasan sosial berskala besar (PSBB). Tujuan utamanya adalah untuk mendukung sektor usaha, setelah sebelumnya sempat terpuruk akibat wabah Covid-19.

Akan tetapi, penolakan terhadap penerapan kondisi New Normal ini pun muncul karena adanya daerah-daerah yang belum siap untuk menjalankannya. NTT dan Sumatera Utara merupakan daerah yang tegas menolak penerapan New Normal, karena jumlah kasus positif Covid-19 yang masih cukup tinggi.
Penolakan juga sempat terlontar dari anggota DPRD Kota Banjarmasin fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Zainal Hakim. Ia menyatakan, daerahnya belum siap penerapan normal baru tersebut. Menurutnya, penerapan normal baru hanya cocok di daerah yang sudah mampu mengendalikan penyebaran virus corona, bukan di daerah yang kasusnya masih terus meningkat.
Di sisi lain, Kepala Gugus Tugas Penanganan Percepatan COVID-19 Doni Mornando mengatakan, beberapa daerah dan kabupaten/kota di Indonesia merupakan Zona Hijau dan sudah siap menerapkan New Normal. Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyatakan, daerah yang hendak menerapkan New Normal harus mengantongi angka Reproduction Rate (R0) sebesar kurang dari 1.
Cukup membingungkan memang kebijakan penerapan New Normal, tak heran jika banyak orang yang beranggapan bahwa Indonesia belum siap untuk menghadapi tatanan baru ini. Anggapan tersebut didasari atas belum adanya tanda-tanda penurunan kasus positif Covid-19 yang signifikan di negara ini.
Tidak hanya berbicara soal penanganan pandemi, transparansi informasi terkait Covid-19 dari pemerintah kepada publik juga masih dipertanyakan. Ada yang menganggap, penyampaian informasi tersebut masih terkesan bahwa pemerintah hanya memikirkan ekonomi, memperjuangkan pengusaha, kelompok menengah dan mengesampingkan unsur kesehatan. Ini tentunya sangat berbahaya bagi stabilitas negara, bahkan jika tidak ditangani dengan baik bisa menyebabkan timbulnya pergolakan di tengah masyarakat.
Penulis : Ulilamri Yusup Dailangi
Editor : Arie Fauzirachman